Menurutsaya ilmu sapu jagat ini adalah warisan penting dari Sunan Kalijaga untuk kita semua agar dapat hidup dengan sejahtera dan bahagia dunia akhirat. Tanah Jawa sangat dikenal memiliki banyak Ajiaan atau Ilmu-ilmu penting yang diajarkan turun menurun dari wali Allah. (BACA JUGA:Ajian Prabu Siliwangi! Salahsatu diantaranya adalah sunan kalijaga, yang banyak memberikan tausiyah dalam bentuk nasehat bahasa jawa. Setelahnya, sunan kalijaga pun diwejang oleh nabi khidir tentang kesulitan hidup bila diliputi kebodohan. Pitutur Sunan Kalijaga Rajin Belajar Sunan kalijaga lahir pada tahun 1450 di tuban dan wafat pada 1550 di desa kadilangu, dekat kota demak. SunanKalijaga juga dikenal dengan nama lain Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman. Berdasarkan satu versi masyarakat Cirebon, nama Kalijaga berasal dari Desa Kalijaga di Cirebon. Pada saat berendam di sana, ia sering berendam di sungai (kali) atau dalam bahasa Jawa disebut jaga kali. Baca juga: Sunan Kalijaga, Berdakwah LirikLingsir Wengi yang asli oleh Sunan Kalijaga dalam Bahasa Jawa: Lingsir wengi Sepi durung biso nendro Kagodho mring wewayang Kang ngreridhu ati Kawitane Mung sembrono njur kulino Ra ngiro yen . Selain tembang Ilir-ilir, salah satu karya Kanjeng Sunan Kalijaga yang terkenal adalah kidung Rumeksa ing Wengi. Kidung itu berisi tentang permohonan kepada Tuhan agar diselamatkan dari segala macam marabahaya dan wabah penyakit yang berpotensi mengancam nyawa.“Sunan Kalijaga menyusun beberapa doa dalam bahasa Jawa. Doa-doa yang disusunnya itu berupa kidung atau mantra. Di antara doa-doa dari Sunan, yang amat terkenal adalah kidung Rumeksa ing Wengi [perlindungan pada malam hari],” jelas Achmad Chodjim dalam bukunya yang berjudul Sunan Kalijaga Mistik dan masa lalu, dalam kondisi pageblug atau merebaknya wabah penyakit seperti kasus Covid-19 sekarang ini, kidung Rumeksa ing Wengi sering kali dilantunkan masyarakat pada sore atau malam hari, khususnya saat ingin melaksanakan salat melantunkannya, biasanya orang Jawa juga mengiringnya dengan harapan baik agar terhindar dari segala macam bahaya yang tampak oleh mata maupun yang tidak.“Kidung ini juga dimaksudkan untuk membebaskan diri dari serangan berbagai penyakit. Baik yang bersifat fisik maupun kejiwaan. Karena itu, di dalam baitnya dinyatakan dengan tegas bahwa kidung ini menyelamatkan diri dari penyakit, semua petaka, jin dan setan, dan perbuatan orang yang salah,” tulis doa yang dipercaya berkhasiat mengobati, kidung itu juga dikenal dengan sebutan Mantra Wedha atau doa penyembuhan. Masyarakat Jawa percaya jika kidung tersebut dibaca dengan penuh keyakinan, akan ampuh menangkal segala macam bala dan melafalkannya pun tidak sembarangan. Bukan hanya sekedar membaca bait per bait dengan irama yang datar-datar saja. Namun, harus dilafalkan dengan penuh penghayatan dengan irama macapat khas masyarakat yang sangat kental dengan tradisi olah rasa, orang Jawa meyakini jika dibaca dengan penghayatan yang tinggi, kidung ini akan memunculkan energi positif yang berguna bagi perlindungan diri orang yang melafalkannya.“Mantra atau doa hanyalah sarana. Kekuatan kidung, bukan lahir dari olah pikir. Daya dan kekuatan kidung berasal dari olah rasa. Di dalam olah rasa itulah, bagi orang yang membacanya dengan keyakinan, rasanya akan tersambung dengan Allah,” terang Chodjim yang juga menulis buku Syekh Siti Orang Jawa Menghindari PerselisihanDalam salah satu baitnya, berbunyi, “sakehing lara pan samya bali. Sakeh ngama pan sami miruda welas asih pandulune.” Jika diartikan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi semua penyakit pulang ke tempat asalnya. Semua hama menyingkir dengan pandangan sini memperlihatkan, bahwa orang Jawa memang cenderung memilih menghindari perselisihan. Kalimat “semua hama menyingkir dengan pandangan kasih”, menurut Chodjim, merupakan simbol dari karakter orang Jawa yang selalu ingin hidup dengan penuh welas selalu ingin hidup harmonis antara sesama manusia dan alam sekitarnya. Bahkan terhadap hal-hal yang bisa merugikannya sekalipun, orang Jawa seringkali tetap ingin bersikap welas asih dan tidak mau berselisih. Tetap ingin hidup harmonis dan itu juga tergambar dalam makna dari kidung Rumeksa ing Wengi karya Sunan Kalijaga. Menurut Chodjim, kidung ini juga tidak memiliki tujuan untuk melawan bala atau menghancurkan penyakit yang berpotensi membahayakan nyawa. Namun, lebih bertujuan untuk menjadi sarana memohon perlindungan kepada Tuhan. Supaya segala hal yang merugikan itu, menyingkir dengan sendirinya tanpa perlu dilawan atau Belakang TerciptanyaKondisi pageblug atau merebaknya wabah penyakit seperti pandemi Covid-19 seperti sekarang ini sudah pernah terjadi beberapa kali di Indonesia. Salah satunya yang terjadi pada tahun 1409, ketika Kerajaan Demak berkuasa dan dipimpin oleh Raden itu muncul wabah penyakit yang oleh masyarakat disebut Lelepah. Karena wabah itu, banyak orang yang meninggal secara mendadak. Dikutip dari 6/4/2020, “banyak orang meninggal dengan cepat hitungan jam saja.”Lelepah sungguh membuat panik masyarakat dan penguasa waktu itu. Raden Patah yang berkuasa waktu itu, memutuskan untuk meminta pertimbangan Wali Sanga-dewan wali yang beranggotakan sembilan ulama penyebar agama Islam-untuk menyelesaikan masalah seluruh anggota dewan Wali Sanga yang hadir saat itu, Kanjeng Sunan Kalijaga membuat syair atau rangkaian doa-doa dalam bahasa Jawa berupa kidung atau mantra. Mantra itu kemudian dikenal dengan nama kidung Rumeksa Ing salah satu anggota WaliSanga yang menyebarkan agama Islam di Nusantara, khususnya Pulau Jawa, Sosok Sunan Kalijaga memang dikenal memiliki pandangan yang lebih pragmatis dibanding anggota Wali Sanga lainnya. Pragmatis dalam arti memilih suatu cara yang mudah dipahami dan dimanfaatkan biasa menyebarkan pahamnya melalui cara-cara yang halus, seperti menggunakan akulturasi budaya. Kidung Rumeksa ing Wengi juga merupakan salah satu caranya untuk mendekati masyarakat yang saat itu sangat menggemari ngidung atau ngidung maupun nembang, keduanya merupakan klangenan masyarakat Jawa dalam merefleksikan hidupnya. Kerap kali, kebiasaaan itu diiringi dengan kegemaran mendengarkan lantunan gamelan Jawa, yang biasa disebut Sunan Kalijaga kegemaran masyarakat itu diakulturasi dengan bebagai hal yang bernilai islami. Seperti kidung Rumeksa ing Wengi ini, bila ditilik lebih jauh makna dalam bait-baitnya. Sebenarnya mengandung doa-doa yang sangat dekat dengan ajaran karena pada waktu itu masyarakat di Jawa lebih terbuka terhadap hal-hal yang berasal dari budayanya sendiri, Sunan Kalijaga berinisitaif mengubah doa-doa itu, ke dalam bahasa yang dipahami Dr. Purwadi Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara Lokantara, kidung Jawa menggambarkan kesadaran batin masyarakat Jawa atas segala sesuatu pasti diciptakan secara seimbang oleh Tuhan Yang Maha Esa.“Filsafat Cina mengenal ajaran Yin Yang. Pujangga Jawa menyebut gambuhin jagat gumelar dan jagat gumulung. Ekuilibrium antara makrokosmos dan mikrokosmos,” tutur Purwadi, dikutip dari zaman modern ini, mungkin tidak banyak orang yang mengenal kidung Rumeksa Ing Wengi karya Sunan Klijaga. Kendati demikian, warisan intelektual Kanjeng Sunan Kalijaga ini patut dilestarikan sebagai simbol kearifan lokal. Selain itu, juga bisa menjadi sarana untuk memohon perlindungan dari Tuhan Yang Maha Kuasa, agar terhindar dari berbagai macam bahaya dan penyakit seperti pandemi Covid-19 sekarang Sunan Kalijaga Mistik dan Makrifat Achmad Chodjim Atlas Wali Songo Agus Sunyoto berita, artikel, dan konten yang lain di Google News Download Free DOCDownload Free PDFCerita Sunan Kali Jaga dalam bahasa JawaCerita Sunan Kali Jaga dalam bahasa JawaCerita Sunan Kali Jaga dalam bahasa JawaCerita Sunan Kali Jaga dalam bahasa JawaMuhammad Husein T 403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID oPHBvVCqVdJgJSXqp0YfQtQKSg6ESEti8d8W3_3ptXiEHgo3Pn4FFg== Sunan Kalijaga mempunyai nama panggilan pendek, yaitu Sunan Kali. Nama kecilnya yaitu, Raden Syahid. Beliau adalah putra seorang adipati Tuban Tumenggung Wilatikta. Beliau juga termasuk anggota wali sanga yang sangat populer di Tanah Jawa. Namun jarang orang yang mengetahui akan ajarannya. Umumnya orang mengenal ajarannya dari kidung atau tembang. Diantaranya yaitu, tembang “Ilir-ilir”. Sunan Kalijaga menyusun berbagai doa dalam bahasa Jawa. Doa-doa yang disusun beliau itu namanya kidung. Di antara doa-doa beliau yang sangat populer yaitu kidung “Rumekso Ing Wengi” yang artinya perlindungan pada malam hari. Kidung ini dikenal sebagai “Mantra Wedha” Doa penyembuhan, karena jika kidung ini diucapkan dengan keyakinan yang tinggi maka akan menghasilkan kekuatan gaib, yang berguna untuk perlindungan dan penyembuhan. Ada dua hal yang perlu diketahui dalam doa, yaitu keyakinan dan bahasa doa itu sendiri. Yang disertai dengan keyakinan yang tinggi dalam berdoa dan mengerti makna doa yang diucapkan. Seperti, bahasa Sunan Kalijaga itu Jawa maka beliau menyusun lah doa-doa yang berbahasa Jawa, agar dapat dipahami oleh orang Jawa. Pada saat itu Sunan Kalijaga sudah memeluk agama Islam. Kemudian sunan Kalijaga mentransformasikan agama Islam oleh kepada Orang-orang Jawa. Yang menurut orang Jawa bahwa Agama Islam itu terasa asing bagi mereka. Sunan Kalijaga memiliki doa utama ketika malam hari yaitu doa untuk keselamatan pada malam hari. Keselamatan yang nyata, Keselamatan yang langsung bisa dirasakan manfaatnya bagi orang-orang yang memeluk agama yang dibawa Sunan Kalijaga. Kita tahu bahwa pada malam hari waktunya semua orang istirahat, dan pada waktu itu suasana malam hari sangat menyeramkan tanpa ada lampu listrik. Maka dari itu, Sunan Kalijaga menyusun doa-doa agar semua orang pada saat itu tetap dalam keselamatan. Dalam Al-Qur’an juga ada surat yang dibaca untuk keselamatan atau perlindungan, yaitu Surah Al-Baqarah ayat 255, yang sering disebut dengan ayat kursi’. Tetapi Sunan Kalijaga tidak mengajarkan ayat itu untuk perlindungan diri. Akan tetapi dengan doa yang disusun Sunan Kalijaga sendiri digalinya dan dipadukan dengan ajaran Islam. Kemudian lahirlah Tembang Rumekso Ing Wengi sebanyak 5 bait, yang berbunyi sebagai berikut Ana kidung rumeksa ing wengi Teguh hayu luputa ing lara Luputa bilahi kabeh Jin setan datan purun Peneluhan tan ana wani Miwah panggawe ala Gunaning wong luput Geni atemahan tirta Maling adoh tan ana ngarah ing mami Guna duduk pan sirna Jika dilihat dengan teliti, pada bait pertama mengandung ajaran tentang perlindungan dari berbagai macam kejahatan yang biasa terjadi pada malam hari tiba dan tidak jauh berbeda dengan surat An-Nas dan Al-Falaq. Tidak hanya kejahatan dari perbuatan orang-orang jahat seperti pencuri, akan tetapi kejahatan gaib seperti sihir, teluh, tuju, santet, dan yang lainnya. Jika melantunkan kidung tersebut kejahatan yang hendak menyerang kita akan pergi sendiri tanpa berperang. Susunan kata yang tertata rapi dalam doa, sebenarnya menjadi titik perhatian dan tujuan bagi orang yang membacanya. Titik perhatiannya yaitu untuk menghidupkan konsentrasi yang kuat. Kemudian kekuatan itu ditujukan dengan kalimat yang ada pada doa tersebut. Maka dari itu jangan gumunan, karena dalam Hadits disebutkan bahwa, “Al-du’au mukhkhu al-ibadah.” Doa itu inti ibadah, Hadits ini diriwayatkan oleh A-Tirmidzi. Ada juga Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, yang disebutkan bahwa doa itu harus disertai dengan keyakinan biar terkabul. Sakehing lara pan samya bali Sakeh ngama pan sami miruda Welas asih pandulune Sakehing braja luput Kado kapuk tibaning wesi Sakehing wisa tawa Sato galak tutut Kayu aeng lemah sangar Songing landhak guwaning wong lemah miring Myang pakponing merak Dalam bait ke dua dinyatakan bahwa khasiat setelah membaca doa ini ialah untuk menolak serangan hama di sawah dan ladang, kemudian juga untuk menolak serangan senjata. Makna dalam bait tersebut ialah, bahwa semua penyakit itu akan pulang ke tempat asalnya. Semua hama menyingkir dengan sendirinya, semua senjata tidak mengenainya, binatang buas menjadi jinak. Pagupakaning warak sakalir Nadyan arca myang segara asat Temahan rahayu kabeh Apan sarira ayu Ingideran kang widadari Rineksa malaekat Lan sagung pra rasul Pinayuning ing Hyang Suksma Ati Adam utekku bagindan Esis Pangucapku ya Musa Napasku nabi ngisa linuwih Nabi yakup pamiyarsaningwang Dawud suwaraku mangke Nabi Ibrahim nyawaku Nabi Sleman kasekten mami Nabi Yusup rupeng wang Edris ing rambutku Bagindha Ngali kuliting wang Abu Bakar getih daging Ngumar singgih Balung bagindha Ngusman. Sungsumingsun Patimah linuwih Siti Aminah bayuning angga Ayup ing ususku mangke Nabi Nuh ing jejantung Nabi Yunus ing otot mami Netraku ya Muhammad Pemeluku Rasul Pinayungan Adam Kawa Sampun pepak sakathahe para nabi Dadya sarira tunggal Dalam bait ke tiga bahwa kidung Rumekso Ing Wengi itu juga untuk memperoleh keselamatan lahir dan batin dalam hidup ini. Termasuk untuk mendapatkan keturunan yang sentosa hidupnya, serta luhur budi pekertinya. Kandungan dalam ke tiga bait tersebut yaitu, bahwa kayu ajaib, tanah angker, liang landak, gua orang, tanah miring sarang merak, dan kandang semua badak, batu dan laut menjadi kering, semua itu akan menemukan keselamatan. Badan menjadi selamat karena dikelilingi oleh para malaikat dan dilindungi oleh Allah SWT. Kemudian pada akhir bait kedua dan awal bait ketiga merupakan simbol untuk kehidupan. Kalimat Hayyu jika dibaca oleh orang Jawa maka menjadi kayu, yang artinya hidup. Benih hidup disebut sebagai pohon ajaib, sedangkan tanah sebagai tempat tumbuhnya benih yang dinamakan tanah angker atau tanah keramat. Karena tanah keramat hanya bisa ditanami bila dalam keadaan suci dan halal. Liang landak, gua orang, tanah miring, sarang merak, dan kandang semua badak, merupakan simbol organ perempuan bagi tempat berseminya janin. Itu semua merupakan lambang bagi tempat pertumbuhan janin, baik perempuan maupun laki-laki. Keringnya batu dan lautan merupakan wujud dari sperma dan sel telur. Semuanya selamat, karena adanya daya dari para malaikat dan ada dalam lindungan Allah SWT. Keselamatan terwujud bukan hanya sekedar bebas dari gangguan, melainkan juga menjadi wujud manunggalnya daya para nabi dan sahabat dalam badan manusia yang menghadirkan kidung tersebut. Karena hati merupakan tempatnya rasa. Dan letak hidup ada dalam rasa. Letak ingsun ada dalam rasa. Bahwa ada salah satu Hadits qudsi yang berbunyi seperti ini “Manusia itu rasaku, sedangkan aku adalah rasanya.” Nabi Adam adalah nabi pertama, sumber budi dan hati bagi manusia, oleh karena itu hati manusia juga merupakan kebesaran dari Allah SWT. Referensi Badlowi Syamsuri. 1995. Kisah Wali songo. Surabaya Apollo Achmad Chodim. 2018. Sunan Kalijaga Mistik dan Makrifat. Jombang; PT. Bentara Aksara Cahaya Agus Sunyoto. 2012. Atlas Walisongo. Depok Pustaka IIMaN Karsono H. Saputra. 2001. Sekar Macapat. Jakarta Wedatama Widya Sastra Otto Sukatno. 2001. Paramayoga Ranggawarsita mitos asal-usul manusia Jawa. Yogyakarta Yayasan Bentang Budaya Kontributor Nabila Quthrotunnada, Semester V Post Views 2,419

doa sunan kalijaga bahasa jawa